Seabad Pabrik Teh Kayu Aro, Holding Perkebunan Nusantara Jaga Warisan dan Kualitas Teh Indonesia

JABAROKENEWS.COM, Kerinci, Jambi — Holding Perkebunan Nusantara melalui PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) PalmCo mencatat tonggak sejarah penting dengan perayaan 100 tahun Pabrik Teh Kayu Aro, salah satu pabrik teh tertua di Indonesia yang kini menjadi ikon industri teh nasional. Berlokasi di lereng Gunung Kerinci, Jambi, pabrik ini telah menjadi simbol ketahanan industri teh Indonesia sekaligus warisan sejarah yang menghubungkan masa kolonial dengan era modern.

Didirikan pada tahun 1925 oleh NV HVA, perusahaan Belanda yang kala itu melihat potensi besar di kawasan Kayu Aro, pabrik ini mulai beroperasi penuh pada awal 1930-an. Sejak saat itu, Teh Kayu Aro dikenal luas sebagai produsen teh hitam ortodoks dan CTC (Crush-Tear-Curl) dengan cita rasa khas. Bahkan, teh ini menjadi favorit di meja keluarga kerajaan Belanda, dari Ratu Wilhelmina hingga Ratu Beatrix.

“Kayu Aro bukan hanya pabrik, melainkan warisan budaya dan ekonomi bangsa. Ketahanan Kayu Aro selama 100 tahun dengan kualitas yang tetap terjaga adalah bukti nyata dari daya tahan industri teh Indonesia,” ujar Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko K. Santosa, Kamis (02/10/2025).

Pasca nasionalisasi tahun 1959, pabrik ini mengalami sejumlah transformasi kepemilikan hingga akhirnya dikelola oleh PTPN IV PalmCo Regional IV. Sejumlah mesin peninggalan kolonial masih digunakan hingga kini, menjadi saksi perjalanan panjang industri teh di Tanah Air.

Berlokasi di ketinggian 1.400–1.800 meter di atas permukaan laut, Kayu Aro memiliki iklim sejuk dan tanah vulkanik yang subur, kombinasi ideal untuk menghasilkan teh berkualitas tinggi. Produk unggulan yang dihasilkan meliputi Broken Orange Pekoe (BOP), Broken Pekoe (BP), Dust, Fannings, hingga CTC, serta white tea dari pucuk daun termuda yang bernilai premium.

Dalam lima tahun terakhir, tren ekspor Teh Kayu Aro menunjukkan pertumbuhan positif. Tahun 2022 mencatat ekspor sebesar 2,08 juta kilogram dengan nilai lebih dari Rp40 miliar, dan terus meningkat hingga mencapai Rp41 miliar pada 2024.

“Pasar utama kami adalah Malaysia, Pakistan, dan China. Singapura dan Jerman juga menjadi pembeli tetap, meskipun kontribusi ke Eropa masih relatif kecil,” jelas Jatmiko.
Tren harga pun menunjukkan peningkatan dari US$1,35 per kilogram pada 2022 menjadi US$1,50 per kilogram pada 2025, mencerminkan pengakuan pasar global terhadap kualitas Kayu Aro.

Penopang Sosial dan Budaya Masyarakat Kerinci

Selama satu abad, Pabrik Teh Kayu Aro menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Kerinci. Ribuan pekerja dari berbagai generasi menggantungkan hidup pada industri teh ini.

“Pabrik teh ini adalah denyut nadi ekonomi lokal dan simbol kebanggaan masyarakat Kerinci. Setiap helai daun yang kami petik mengandung cerita tentang kerja keras dan dedikasi,” ujar salah satu pekerja senior.

Selain sebagai pusat ekonomi, Kayu Aro juga menjadi ruang tumbuh budaya dan tradisi lokal, mengikat kehidupan sosial masyarakat dengan sejarah panjang industri teh Indonesia.

Menatap abad kedua, Holding Perkebunan Nusantara melalui PTPN IV PalmCo berkomitmen mengembangkan Kayu Aro tidak hanya sebagai pusat produksi teh berkualitas, tetapi juga sebagai ikon heritage industri teh nasional. Rencana pengembangan mencakup transformasi kawasan menjadi living museum dan destinasi agrowisata edukatif, yang memadukan unsur sejarah, konservasi, dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Kombinasi antara pelestarian warisan dan inovasi ini diharapkan membuat Kayu Aro terus bertahan dan berkembang, serta membawa nama Indonesia di kancah dunia. “Kami ingin Kayu Aro menjadi destinasi wisata edukatif yang mengenalkan sejarah dan proses produksi teh, sekaligus membuka akses pasar premium di Eropa dan Timur Tengah,” ungkap Jatmiko.(*)