Ribka Tjiptaning, Dokter Rakyat yang Lahir dari Bara Sejarah dan Api Perjuangan

JABAROKENEWS.COM, Jakarta – Di tengah perjalanan panjang bangsa Indonesia, sosok Dr. (HC).dr. Ribka Tjiptaning Proletariyati, A.Ak., muncul sebagai figur perempuan tangguh yang memadukan intelektualitas, keberanian, dan semangat pengabdian kepada rakyat kecil.

Lahir di Yogyakarta pada 1 Juli 1959, Ribka dikenal luas sebagai dokter sekaligus politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang berani bersuara lantang membela kaum tertindas. Namun, di balik kiprahnya yang tegas di parlemen, tersimpan kisah kelam masa kecil yang membentuk karakter perjuangannya.

“Sejak kecil saya sudah melihat bagaimana kekuasaan bisa menghancurkan keluarga saya,” ujarnya.

Ribka mengaku, tragedi politik 1965 menjadi titik balik dalam hidupnya. Ayahnya, Raden Mas Soeripto Tjondro Saputro seorang pengusaha sekaligus aktivis PKI menghilang tanpa kabar, sementara ibunya ditangkap oleh aparat militer.

“Waktu itu saya masih anak-anak. Saya kehilangan segalanya, tapi dari sanalah saya belajar arti keberanian dan keadilan,” jelasnya.

Meski menyandang stigma sebagai “anak eks-PKI”, Ribka menolak tunduk pada diskriminasi. Ia menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan melanjutkan studi di Universitas Indonesia (UI). Gelar dokter yang diraihnya bukan semata kebanggaan pribadi, melainkan tekad untuk mengabdikan diri kepada masyarakat kecil.

“Bagi saya, menjadi dokter bukan soal status. Ini adalah jalan pengabdian,” tegasnya.

Langkah politiknya dimulai ketika bergabung dengan PDI-P. Sejak 2004, Ribka dipercaya duduk di kursi DPR RI, mewakili Jawa Barat III dan IV (Kabupaten serta Kota Sukabumi). Ia kemudian mencapai puncak karier politiknya pada periode 2009–2014, ketika menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan, ketenagakerjaan, dan kependudukan.

Dalam masa kepemimpinannya, Ribka dikenal dengan gaya bicara lugas dan tanpa kompromi. Ia kerap bersuara lantang membela tenaga kesehatan, buruh, serta masyarakat kecil.

“Kalau bicara soal rakyat, saya tidak bisa diam. Itu sudah sumpah perjuangan saya,” tegasnya.

Meski demikian, perjalanan politik Ribka tidak lepas dari badai kontroversi. Ia sempat disorot publik setelah muncul polemik hilangnya Ayat (2) Pasal 113 dalam RUU Kesehatan tahun 2009. Akibatnya, Badan Kehormatan DPR kala itu sempat melarangnya memimpin rapat.

“Tuduhan itu bagian dari dinamika politik. Saya tidak gentar, karena yang saya perjuangkan adalah kebenaran,” ujarnya.

Walau sempat diterpa isu ketika namanya disebut-sebut sebagai calon Menteri Kesehatan Kabinet Joko Widodo – Jusuf Kalla, Ribka tetap teguh melanjutkan pengabdiannya di parlemen hingga 2024. Ia tercatat sebagai salah satu politisi perempuan paling konsisten memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.

Kini, nama Ribka Tjiptaning bukan hanya lekat sebagai politisi senior PDI-P, tetapi juga dikenal sebagai “dokter rakyat” yang menyalakan semangat keberpihakan di tengah arus politik yang sering kali melupakan suara bawah.

“Selama napas masih ada, saya akan terus membela rakyat. Karena dari mereka saya lahir, untuk mereka pula saya berjuang,” pungkasnya.

( Yuyi Rohmatunisa)